KONTRIBUSI BAITUL HIKMAH DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA MASA HARUN AR-RASYID
KONTRIBUSI
BAITUL HIKMAH DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA MASA HARUN AR-RASYID
Oleh
Cut
Ririn Soraya
Program Studi
Pendidikan Bahasa Arab-Fakultas Tarbiyah dan keguruan
Universitas
Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh
Email : 21ririn123@gmail.com
ABSTRAK
Salah satu kunci
untuk memajukan suatu bangsa adalah pendidikan. Masa depan suatu bangsa sangat
memerlukan kontribusi anak bangsa yang berkarakter kompetitif, unggul, cerdas,
dan beriman. Islam sendiri dalam bidang pendidikan pernah menikmati masa-masa
kegemilangannya ketika Dinasti Abbasiyah berkuasa. Kebijakan khalifah kelima
yaitu Harun Ar-Rasyid yang saat itu berkonsentrasi meningkatkan mutu pendidikan
membuat masa ini layak dijuluki sebagai masa keemasan Islam (the Islamic Golden
Age). Dinasti Abbasiyah merupakan kekhalifahan Islam yang berkuasa di Baghdad.
Harun al-Rasyid juga seorang khalifah yang mampu mengembangkan dinasti
Abbasiyah secara menyeluruh dalam komponen pemerintahannya. Khalifah Harun Al
Rasyid, telah berjasa mendirikan lembaga Bait al-Hikmah
sebagai pusat penerjemahan, perpustakaan dan pusat penelitian. Dalam kurun
waktu tiga fase pada masa dinasti Abbasiyah buku- buku dalam bahasa Yunani,
Syiria, Sanskerta, Cina dan Persia diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Melalui
metode penelitian sejarah, kajian ini menegaskan bahwa dengan mempelajari
sejarah, segala permasalahan yang tengah melanda dunia pendidikan bisa terselesaikan
dengan melihat kontribusi Baitul Hikmah terdahulu. Baitul Hikmah berperan dalam mengajarkan beberapa
karakter, yaitu cinta terhadap ilmu pengetahuan, gemar membaca, perilaku
disiplin, bermanfaat untuk orang lain, serta mengajarkan tanggung jawab. Kajian
ini termasuk kajian library research dengan menggunakan pendekatan kualitatif
berbasis empiris, metode pengumpulan data, kemudian dianalisis secara
deskriptif. Hasilnya bahwa Perpustakaan Baitul Hikmah dapat menjadi unsur
penting dalam menanamkan pendidikan karakter Terhadap masyarakat khususnya para
penuntut ilmu.
Kata Kunci: Harun Ar-Rasyid, Kontribusi, Pendidikan, Karakter, Baitul Hikmah
ABSTRACT
One of the keys
to advancing a nation is education. The future of a nation really needs the
contribution of the nation's children who are competitive, superior,
intelligent, and faithful. . Islam itself in the field of education had enjoyed
its glorious days when the Abbasid dynasty came to power. The policy of the
fifth caliph, Harun Ar-Rashid, who at that time concentrated on improving the
quality of education, made this period worthy of being dubbed the Islamic
Golden Age. The Abbasid dynasty was an Islamic caliphate that ruled in Baghdad.
Harun al-Rashid was also a caliph who was able to develop the Abbasid dynasty
as a whole in its components of government. Caliph Harun Al Rashid, has been
instrumental in establishing the Bait al-Hikmah institution as a translation
center, library and research center. During the three phases of the Abbasid
dynasty, books in Greek, Syriac, Sanskrit, Chinese and Persian were translated
into Arabic. Through the literature study method, this study confirms that by
studying history, all problems that are currently engulfing the world of
education can be resolved by looking at the contributions of previous verses of
wisdom. Baitul Hikmah plays a role in teaching several characters, namely love
of science, love of reading, disciplined behavior, being useful to others, and
teaching responsibility. This study
includes a library research study using an empirical-based qualitative
approach, data collection methods, then analyzed descriptively. The result is that the Baitul Hikmah Library
can be an important element in instilling character education in the community,
especially students of knowledge.
Keywords: Harun Ar-Rashid, Contribution, Education, Character, Baitul Hikmah
Pendahuluan
Pada faktanya, sejarah mengungkapkan
bahwa masa kekhalifahan Harun Ar-Rasyid adalah masa yang paling gemilang dalam
perjalanan peradaban Islam. Baghdad yang merupakan ibu kota dinasti ini pada
masa tersebut jutru telah tampil menjadi pusat peradaban, kebudayaan, dan ilmu
pengetahuan yang cahayanya menerangi seluruh dunia, sedangkan pada masa itu
orang-orang Eropa masih berada dalam zaman kegelapan. Seorang orientalis Barat
non-Muslim, Jaeqnes C. Biesler, mengatakan: Selama lima ratus tahun Islam
menguasai dunia dengan kekuatannya, ilmu-ilmu pengetahuan dan peradabannya yang
tinggi, orang-orang Yunani ebagai dianggap sebagai ahli waris kekayaan ilmu
pengetahuan dan falsafah, Islam melanjutkan kekayaan ini setelah memperkaya sampai
ke Eropa Barat. Islam pada saat ini melebarkan kekuasaan pemikiran abad
pertengahan dan membuat suatu kesan yang baik pada kehidupan dan pemikiran
Eropa.[1]
Umat Islam pada masa pemerintahan
Daulah Abbasiyah telah membuat jalan baru bagi kehidupan akal dan perkembangan
ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan hasil logis dari pemerintahan Daulah
Abbasiyah yang telah mengalami perubahan
sejarah perkembangan pemikiran dari berbagai bangsa, terutama Persia, melalui
jalan yang sama dengan evolusi kemajuan yang berurutan, namun merupakan mata
rantai yang tersambung karena memiliki suatu kemajuan yang dapat berefek dalam
sebuah negara.[2]
Sebuah
periode di mana umat Islam mengalami kejayaan dinamakan The
Golden Age atau masa keemasan.
Kejayaan tersebut didapatkan baik dalam bidang ekonomi, kebudayaan, dan bidang ilmu
pengetahuan yang paling menonjol dalam masa ini. dimana
wilayah Eropa mengalami masa kegelapan pada saat itu.[3] Popularitas
Daulah Abbasiyah, mencapai puncaknya pada zaman khalifah Harun ar-Rasyid dan
putranya Al-Ma’mun. Tingkat kemakmuran dan kemegahan yang paling tinggi terwujud
pada zaman kekhalifasan ini. Namun
puncak kegemilang pemerintahan Abbasiyah pada kekhalifahan Harun ar-Rasyid atau
boleh dikatakan zaman paling gemilang dalam sejarah Islam. Pemerintahan ketika
itu menikmati segala bentuk kebesaran kekuasaan dan keagungan ilmu pengetahuan
yang mampu mengubah semua sistem yang terdahulu dan menggantinya dengan sistem
baru yang disesuaikan dengan perkembangan pada masa itu.[4]
Pada peradaban Islam telah
menghasilkan banyak buku dan terjemahan dalam berbagai cabang disiplin ilmu dan
dalam jumlah yang sangat besar. Baik ilmu pengetahuan, sastra, kesenian dan
ilmu lainnya. Hampir tidak ada satupun disiplin ilmu yang tidak dibahas, semua
yang ada pasti ada karya dalam bidang tersebut penemunya, serta buku yang
ditulis dalam masalah tersebut. Tidak hanya sebuah karya dan sebuah buku,
melainkan juga ada berbagai tumpukan tulisan dari berbagai buku dan semua jenis
ilmu yang dikumpulkan.[5]
Ketika mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan yang terjadi saat itu, setelah kekhalifahan Harun Ar-Rasyid yang
kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Al makmun, kemudian dia memperluas Baitul
Hikmah (Darul Hikmah) yang
telah didirikan ayahnya Harun Ar Rasyid sebagai akademi ilmu pengetahuan
pertama di dunia. Baitul Hikmah diperluas menjadi lembaga perguruan tinggi,
perpustakaan, dan tempat penelitian. Lembaga ini memiliki ribuan buku ilmu
pengetahuan. Lembaga lain yang didirikan pada masa al Makmun adalah Majalis Al
Munazharah sebagai lembaga pengkajian keagamaan yang diselenggarakan di berbagai
daerah disetiap tempat seperti, masjid-masjid, rumah-rumah, dan istana
khalifah. Lembaga ini menjadi salah satu media untuk membangkitkan kemajuan
Daulah Abbasiyah, ini merupakan tanda kekuatan penuh kebangkitan timur, dimana
Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam
yang mulai berkembang pesat.[6]
Baitul
Hikmah juga
berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku atau karya tulis saja, melainkan
perpustakaan ini juga memiliki peranan sebagai pusat penterjemahan, pusat
penyalinan, pusat penelitian, dan tempat berkumpulnya para ilmuwan
muslim yang karyanya sangat memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan. Berdasarkan pendapat Agus Rifai, Perpustakaan Baitul Hikmah
lebih menyerupai sebuah universitas, karena memiliki banyak fungsi sehingga
semua orang bisa memanfaatkannya dan juga bisa menjadi sumber ilmu pengetahuan.
Selain terdapat banyak buku, perpustakaan ini pada kejayaannya menjadi pusat
studi di mana para cendekiawan berkumpul dan berdiskusi, semua itu terjadi
bersamaan karena adanya suatu fungsi yang bisa dimanfaatkan oleh cendikiawan
seperti banyaknya referensi dan sumber yang terdapat terjemahan yang bisa
membantu mereka. Dalam artikel ini, penulis mencoba mengembangkan kerangka
sejarah dan kontribusi Baitul Hikmah dalam menanamkan pendidikan karakter. Dengan adanya pengembangan karakter ini merupakan
upaya pembentukan nilai-nilai moral dan etika seseorang karena pendidikan
karakter merupakan pondasi dalam pendidikan. Pendidikan karakter tidak semata-mata bersifat
individual, melainkan juga memiliki dimensi sosial struktural, yakni lebih
melihat bagaimana menciptakan sebuah sistem sosial yang kondusif bagi
pertumbuhan individu .
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian sejarah, metode yang
digunakan yaitu metode penelitian sejarah.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kembali masa lampau dengan
berbagai rekontruksi yang ada, yaitu mengenai kontribusi Baitul Hikmah terhadap
peningkatan pendidikan pada masa Harun Ar- Rasyid. Dalam pengumpulan data,
penulis menggunakan metode studi pustaka (library research) yaitu mengumpulkan data dari perpustakaan. Data- data yang telah terkumpul kemudian dibaca dan dicatat untuk diolah
sebagai bahan penelitian. Jenis-jenis data yang digunakan oleh penulis adalah
terdiri dari buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, e-book, dan artikel-artikel di
website.
Hasil dan Pembahasan
Perpustakaan
Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang terletak di Baghdad dan menjadi pusat penerjemahan pada masa
dinasti Abbasiah. Baitul hikmah ini dianggap sebagai pusat intelektual dan
keilmuan pada masa Zaman Kegemilangan Islam (The golden age of Islam). Sejak
awal berdirinya kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya K. Hitti menyebut bahwa Baghdad
sebagai profesor masyarakat Islam, karena banyak terdapat kemajuan yang pesat
di daerah ini.[7]
Pada
masa kekhalifahan Harun ar-Rasyid memimpin dari tahun 786-809 M, ia
memerintahkan agar mengeluarkan buku-buku dan manuskrip yang masih terjaga dan
terpelihara yang tersimpan dalam istana khalifah setelah menjadi megah dan
besar. Buku-buku kuno, diwan-diwan, dan manuskrip-manuskrip yang ditulis lalu
diterjemahkan ke berbagai bahasa agar memudahkan bangsa lain memahami maksud
isi dalam sebuah buku yang tidak dipahami bahasanya. Ia membuatkan bangunan
khusus, untuk memperbaiki ruang lingkup sebagian besar jumlah kitab-kitab yang
ada, dan itu terbuka di hadapan setiap para pengajar dan penuntut ilmu.
Selanjutnya, Baitul Hikmah semakin bertambah besar ketika dipimpin oleh
khalifah Al-Ma’mun (813-833) karena perluasan yang dibuat olehnya. Ia
mengimport para penerjemah-penerjemah besar dan penyalin serta para ulama dan
penulis-penulis. Bahkan, ia mengutus misi ilmiah sampai ke negara Romawi, yang
berpengaruh paling besar dalam kebangkitan dan kejayaan. Itu dilakukan hanya untuk
membuat kemajuan pada masa ini semakin pesat.[8]
Salah
satu hal penting yang menjadikan Harun ar-Rasyid begitu masyhur ialah arahannya
atas ilmu dengan mendirikan “Baitul Hikmah” yang merupakan suatu institusi
kebudayaan dan pikiran yang cemerlang yang membuat Daulah Abbasiyah semakin
berkembang, pada saat itu sudah merangcangnya dan akhirnya bisa menjadi salah
satu perpustakaan yang memiliki banyak kontribusi di bidang pendidikan.[9]
Menurut Firas Alkhateeb[10],
ada tiga faktor unik yang menjadi pendorong berkembangnya Baitul Hikmah, dan
umat Islam bangkit dan berjaya :
1.
Ekspansi Kerajaan Muslim berhasil meruntuhkan dinding-dinding yang
sebelumnya memisahkan kelompok yang berbeda. Pada masa pra-Islam, tidak ada alasan
bagi ilmuan dia Alexandria untuk pergi ke Ctesiphon untuk belajar dan mengajar.
Itupun jika berepergian, hambatan bahasa akan menghalangi mereka mendapatkan
manfaat penuh dari Persia.
2.
Pada era Abbasiyah, bahasa arab menjadi bahasa perantara yang dapat
menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang. Semua yang berbeda tak
peduli dia seseorang asli Berber, Suriah, atau Persia, jika memeluk Islam setidaknya
ia harus paham bahasa Arab elementer yang dibutuhkan untuk shalat dan membaca
Al-Qur’an seperti yang diajarkan Nabi Muhammad. Bahasa Arab tak sekedar menjadi
bahasa liturgi (untuk ibadah), tetapi juga bahasa ilmuan untuk berkomunikasi
dan melakukan penelitian.
3.
Islam sendiri memerintahkan untuk mencari ilmu, menjadikan
penelitian sebagai tindakan ibadah. Banyak ayat dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi
yang menekankan peran ilmu pengetahuan dalam kehidupan seorang Muslim yang
saleh. Bagi para ilmuan Muslim yang berjarak beberapa tahun dari masa kehidupan
Nabi, mendapatkan ridha Allah adalah alasan utama melakukan penelitian dan
belajar. Literatur ilmiah dari masa keemasan biasanya dimulai dengan ayat
Al-Qur’an yang mendorong pencari ilmu dan menyeru orang Islam agar merenungkan
dunia di sekitar mereka.
Perkembangan
seni produksi buku yang semakin berkembang pesat, ini terjadi disebabkan karena
ketertarikan para hartawannya yang penuh semangat terhadap buku. Dunia ilmu
telah menikmati kedudukan yang sedemikian tinggi, sehingga wajarlah jika
orang-orang yang mampu ikut mengambil bagian dan mengusahakan kemajuannya. Kita
telah melihat betapa pentingnya para pembesar bagi para penulis dan banyak di
antara para mereka yang ikut mendirikan perpustakaan besar dalam Islam, salah
satunya yaitu perpustakaan Baitul Hikmah di Baghdad. Tugas pertama perpustakaan
ini adalah menyimpan terjemahan-terjemahan buku-buku “ilmu-ilmu kuno” yaitu
filsafat Hellenistik dan ilmu alam.[11]
Pada
masa Daulah Abbasiyah berkuasa, kegiatan pendidikan dan pengajaran berkembang
dengan sangat pesat. Anak-anak dan orang dewasa berlomba-lomba menuntut ilmu
serta berhijrah ke pusat-pusat pendidikan. Mereka rela meninggalkan kampung
halaman hanya untuk menambah pengetahuan. Salah satu indikator berkembangnya
pendidikan dan pengajaran pada waktu itu adalah berkembangnya lembaga-lembaga
pendidikan Islam. Jika Dinasti Fatimiyah mempunyai
Al-Azhar yang menjadi pusat ilmu pengetahuan, maka Bani Abbasiyah juga mempunyai Baitul Hikmah yang juga sebagai pusat ilmu pengetahuan yang memiliki banyak keistimewaan.
Selain dari pada wadah perpustakaan, di tempat ini juga diadakan pengajaran.[12]
Baitul Hikmah
sebagai pusat lembaga keilmuan telah memberikan banyak kontribusi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, diantaranya yaitu:[13]
Pertama,
Baitul Hikmah menjadi pusat pembelajaran, transfer pengetahuan dilakukan
langsung dari guru ke murid tanpa institusi khusus. Tak lama kemudian, madrasah
mulai tumbuh di kota ini sehingga semakin banyak masyarakat yang belajar di
madrasah-madrasah terdekat. Universitas pertama dan terbesar di abad
pertengahan yaitu mendirikan Al Nizamiyyah of Baghdad yang didirikan oleh Wazir
Dinasti Abbasiyah, Nizam Al Mulk.
Kedua,
Baitul Hikmah menjadi tempat berkumpulnya buku-buku ilmu pengetahuan dalam
berbagai macam bahasa dan menjadi tempat berkumpulnya ulama’- ulama’ besar dan
cendikiawan, sehingga termasyhur ke segala penjuru dunia. Baitul Hikmah menjadi
tempat bagi mahasiswa untuk mencari bahan dan materi yang dijadikan sebagai
sumber dan referensi, sehingga perpustakaan ini semakin banyak penggunanya.
Ketiga,
Baitul Hikmah menjadi pusat penerjemahan buku-buku berbagai bahasa ke dalam
bahasa Arab. Kemauan Al Makmun dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tidak
mengenal lelah. Ia ingin menunjukkan kemauan yang tinggi terhadap ilmu
pengetahuan dan filsafat tradisi Yunani. Ia menyediakan biaya dan dorongan yang
kuat untuk mencapai kemajuan besar di bidang ilmu. Salah satunya adalah gerakan
penerjemahan karya-karya kuno dari yunani dan suriah ke dalam bahasa Arab,
seperti ilmu kedokteran, astronomi, matematika, dan filsafat alam secara umum.
Metode yang
digunakan dalam pendidikan di Baitul Hikmah, dibuat dalam dua metode. Pertama,
Metode muhadharah (ceramah). Kedua, metode dialog dan wacana serta
debat. Guru yang mengisi ceramah pada jenjang
perkuliahan berada di tempat yang besar. Ia menjelaskan kepada
mereka apa yang menjadi uraian dari pembahasan muhadharah tersebut. Lalu mereka berdialog sesuai materinya.
Ustadz atau syaikh menjadi rujukan akhir dari materi pada setiap bidang. Murid-murid berpindah dari halaqah satu ke
halaqah yang lain,
mempelajari berbagi cabang ilmu dari setiap
halaqah tersebut. Ilmu-ilmu yang dipelajari pada
halaqah ini di antaranya yaitu filsafat,
falak, kedokteran, matematika, bahasa Yunani, bahasa Persia, dan bahasa India.
Setelah tamat
dari pendidikan ilmu di Baitul Hikmah, mereka diberikan ijazah oleh para guru-guru mereka, sebagai bukti bahwa mereka telah mendalami ilmu tersebut dan menjadi sebuah bukti bahwa dia pernah belajar pada tempat tersebut.[14]
Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah suatu usaha untuk
memperbaiki karakter manusia dalam melatih pemikiran intelektual menuju
kedawasaan mengahdapi sesuatu. Hal tersebut berdasarkan pendapat Kadir bahwa,
“Pendidikan merupakan usaha terencana melalui sosialisasi untuk memperbaiki
karakter dan melatih kemampuan intelektual peserta didik khususnya”. Maka dari
itu pendidikan karakter adalah mendidik serta mengajarkan dengan menanamkan tingkah
laku yang berbudi luhur, bermoral dan berakhlak terahadap masyarakat sekitar
melalui sosialisasi.[15]
Sedangkan karakter yang dimaksud disini adalah
akhlak yang sudah melekat dalam diri seseorang dimulai dari kesadaran seseorang
terhadap perilaku atau tindakan dan cara berpikir berdasarkan moral yang
berlaku melalui pendidikan dengan pembiasaan yang melatih kepekaan terhadap
nilai moral di lingkungan sekitar. pendidikan karakter merupakan salah satu uatu
usaha untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan
sehari-hari untuk memperbaiki karakter dan melatih pemikiran intelektual agar menjadi
generasi yang berilmu dan berkarakter yang dapat memberikan manfaat bagi
lingkungan sekitar, selain dari pada itu pendidikan karakter adalah suatu
pengajaran sekaligus mendidik mahasiswa dan masyarakat pada umumnya guna
menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga masyarakat paham,
mampu merasakan, dan mau melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.[16]
Karakter meliputi beberapa aspek, diantaranya ciri khas yang dimiliki oleh
individu atau seseorang. Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Secara psikologis, karakter adalah kepribadian yang
ditinjau titik etis moral seseorang dimana karakter tersebut relative tetap dan
sudah melekat dalam diri. Jadi, karakter merupakan kualitas diri seseorang
dalam upaya pembentukan moral yang tidak dimiliki oleh orang lain atau menjadi
sebuah perbedaan dengan orang disekitarnya yang tujuannya untuk mengembangkan
kemampuan para pelajar atau masyarakat untuk memberikan keputusan antara baik
dan buruk, mewujudkan kebaikan dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati sebagai cita-cita luhur dalam dunia
pendidikan. Dalam hal ini melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan
(feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek
ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.[17]
Selain dari membentuk kecerdasan intelektual
seseorang juga dapat menciptakan moral dan sikap yang baik di dalam menjalani
kehidupan. Hal ini sejalan dengan pendapat King bahwa, “Pendidikan bertujuan
untuk melahirkan insan yang cerdas dan berkarakter”. Dalam hal ini pendidikan
karakter memiliki keterkaitan dengan pendidikan budi pekerti yang dalam bahasa
inggris diterjemahkan sebagai moral.[18]
Selain itu, pendidikan karakter juga memiliki kedekatan dengan etika. Karena
dengan etika yang baik maka orang beranggapan bahwa seseorang memiliki karakter
yang baik dalam dirinya. Hal itu tidak lepas dari faktor lingkungan dan
orang-orang sekitar. Pintrich, & Meece yang menyatakan bahwa, “Perilaku
atau karakter, kognitif, faktor pribadi lainnya, dan lingkungan kejadian akan
mempengaruhi kepribadian seseorang. hal tersebut berjalan dan saling mempengaruhi
satu sama lain”.[19]
Kontribusi Perpustakaan Baitul Hikmah Terhadap Penanaman Pendidikan Karakter
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengupas
mengenai kontribusi Perpustakaan Baitul Hikmah dan perpustakaan yang lain terhadap
penanaman pendidikan karakter merupakan salah satu wadah yang dapat
dimanfaatkan untuk melaksanakan pendidikan karakter yaitu dapat mengembangkan
intelektual yang berkarakter. perpustakaan ini juga memiliki peranan sebagai
pusat penterjemahan, pusat penyalinan, pusat penelitian, dan tempat
berkumpulnya para ilmuwan muslim yang karyanya sangat memberikan pengaruh besar
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. perpustakaan ini pada kejayaannya
menjadi pusat studi di mana para cendekiawan berkumpul dan berdiskusi, semua itu
terjadi bersamaan karena adanya suatu fungsi yang bisa dimanfaatkan oleh
cendikiawan seperti banyaknya referensi dan sumber yang terdapat terjemahan
yang bisa membantu mereka.
Perpustakaan
Baitul Hikmah ini merupakan salah satu perpustakan besar yang menjadi sarana
berbagai macam ilmu pengetahuan dan menjadi sumber bagi para pembaca selain
dari pada itu pula perpustakaan juga ajang pembentuka karakter dari segi
menjadi pustakawan baik selain dari pada berintelektual juga mempunyai karakter.
Pendidikan karakter ini akan muncul dengan cara menanamkan kecintaan pada
perpustakaan. Dalam hal ini peneliti ingin mengemukakan bahwa perpustakaan
sebagai jantung pendidikan yang menjadi sumber ilmu pengatahuan, sehingga
adanya perpustakaan dalam masyarakat tetap harus dipertahankan karena
perpustakaan mempunyai fungsi yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat
seperti hal nya perpustakaan Baitul Hikmah. perpustakaan juga menjadi wahana dalam
pembentukan generasi muda dalam berkarakter. Untuk mewujudkan fungsi perpustakaan,
perlu adanya rasa tanggung jawab bersama mengenai penanaman pendidikan karakter
tersebut. beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menguatkan peran
perpustakaan dalam menanamkan pendidikan karakter antara lain adalah dengan memperindah
ruangan agar pembaca semakin menarik dan lebih sering ke perpustakaan, dengan
begitu menjadi daya tarik dan meningkatkan karakter gemar membaca bagi
pemustaka untuk berkunjung ke perpustakaan.
Adapun beberapa karakter yang harus
dikembangkan melalui perpustakaan yaitu:
a. Cinta terhadap ilmu pengetahuan.
Dimana karakter yang harus
dibentuk adalah kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, upaya memperoleh ilmu
pengetahuan adalah dengan bergabung dan berteman dengan orang-orang yang
berilmu dan mencintai keilmuan. Peran perpustakaan baitul hikmah ini terhadap
ilmu pengetahuan dan kebudayaan, seperti ilmu filsafat, kedokteran, astronomi,
dan lain-lain, dan juga kecintaannya terhadap seni musik sangat diapresiasikan
dan tinggi akan rasa keingin tahuan. Bersatunya ilmuan ini melahirkan sebuah
pemikiran yang positif yaitu mengembangkan pendidikan lebih maju lagi yang
ternyata pemikiran ini mendapat sambutan yang positif dari para pelajar dan
dari masyarakat.
b. Cinta membaca.
Kelemahan pendidikan adalah
kurangnya minat baca karena membaca adalah jendela dunia . Padahal, pada
dasarnya setiap manusia apa pun status dan kedudukan untuk mencapai sukses
perlu di dukung dengan karakter membaca. Hal inilah salah satu yang menjadikan Islam mengalami kemajuan.
Karena umat Islam bias mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang ada di
penjuru dunia. Disamping sebagai pusat penerjemahan, Baitul Hikmah juga
berperan sebagai perpustakaan dan pusat pendidikan. Karena pada masa
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku mempunyai nilai yang
sangat tinggi. Buku merupakan sumber informasi berbagai macam
ilmu pengetahuan yang ada dan telah dikembangkan oleh ahlinya. Orang dengan
mudah dapat belajar dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam
buku. Dengan demikian buku merupakan sarana utama dalam usaha pengembangan dan
penyebaran ilmu pengetahuan. [20]
Sehingga Baitul Hikmah selain menjadi lembaga penerjemahan juga
sebagai perpustakaan yang mengoleksi banyak buku. Pada masa ini berkembang
berbagai macam ilmu pengetahuan, baik itu pengetahuan umum maupun agama. kemajuan yang luar biasa karena Baitul Hikmah sangat luar biasa sehingga menjadi
pusat kajian sehingga melahirkan para ilmuan yang intelektual dan berkarakter. Maka di sinilah Baitul Hikmah mempunyai peranan yang cukup besar
dalam memajukan peradaban Islam, bahkan pada masa itu Islam mengalami masa
keemasanya.
c.
Cinta kepada perilaku disiplin.
Kegiatan pinjam meminjam
mendidik merupakan salah satu pendidikan karakter. pengguna untuk mengamalkan
perilaku disiplin misalnya Buku yang dipinjam harus dikembalikan pada waktu
yang telah ditentukan, jika tidak, akan menerima sanksi berupa denda. Ini juga
mengajari masyarakat dan pelajar khususnya untuk taat pada ”hukum” yang
berlaku. Usaha dalam pelestarian koleksi dari perpusatakaan tersebut merupakan
satu bentuk kedisiplinan seperti penyalinan, penulisan, penjilidan yang sangat
bagus dan teratur. Dimana fasilitas yang terdapat dalam perpustakaan tersebut
sangat lengkap untuk kenyamanan dan memudahkan para pembaca dan peneliti khusus
nya, seperti pena dan tinta diperlukan oleh penyalin yang menulis kopian-kopian
baru. Dan para pekerja di perpustakaan sebagai pengangkut buku-buku di gaji setiap bulan pada waktu yg telah d tentukan
Adanya apresiasi yang tinggi
dari kebanyakan anggota masyarakat (dari berbagai lapisan sosial) terhadap
kegiatan keilmuan,yang menyebabkan mereka bisa bekerja bahu-membahu satu sama
lain tanpa mengalami beban psikologis yang disebabkan oleh perbedaan etnis,
agama, status sosial dan lain sebagainya. Disini profesionalitas dijunjung tinggi dengan sikap terbuka dan sisiplin, sehingga orang-orang etnis non arab dan non muslim banyak sekali
peranannya dan saling bekerjasama. Mereka bisa menjalankan tugas dengan tenang
meskipun yang memerintahkan adalah khalifah orang muslim. [21]
d.
Mengajarkan untuk senantiasa berbagi ilmu dengan orang
lain.
Perpustakaan juga salah satu
wadah untuk saling konsultasi, komunikasi dan sharing ilmu pengetahuan karena
dengan berbagi salah satu bentuk karakter
yang harus kita tanamkan dalam diri masing-masing. Karena sebaik-baik
manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Pesatnya perkembangan lembaga
Baitul Hikmah mendorong lembaga ini untuk memperluas peranannya, bukan saja
sebagai lembaga penerjemah, tetapi juga meliputi hal-hal Sebagai pusat
dokumentasi dan pelayanan informasi keilmuwan bagi masyarakat diantaranya
adalah ditunjukkan dengan berdirinya perpustakaan Baitul Hikmah ini, juga Sebagai
pusat dan forum kegiatan pengembangan keilmuan pengetahuan, saling bertukar
pendapat, saling berbagi ilmu dan dapat mengikat silaturrahmi sehingga semua
perangkat risetnya juga lengkap dan terpenuhi. Selain dari pada itu juga
sebagai pusat kegiatan perencanaan dan pengembangan pelaksanaan pendidikan.
e.
Mengajarkan tanggung jawab
Tanggung jawab merupakan
karakter langka yang dimiliki oleh bangsa ini. Salah satu peraturan layanan
sirkulasi adalah jika peminjam buku menghilangkan buku yang dipinjamnya harus mengganti
dengan buku yang sama, hal itu salah satu bentuk rasa tanggung jawab terhadap
peraturan yang telah di tetapkan. Mereka bertanggung jawab atas kelangsungan,
ketertiban dan ketelitian terhadap berbagai buku yang diberikan juga kenyamanan
kondisi perpustakaan, sehingga menghasilkan suasana perpustakaan yang nyaman
dan tentram.[22]
Pelestarian perpustakaan adalah
tanggung jawab bersama. Keberadaan
perpustakaan umum seperti halnya Perpustakaan Baitul Hikmah ini adalah wadah atau sarana penyaluran yang tepat untuk mewadahi
kepentingan masyarakat dan pelajar khususnya
berkaitan dengan hal tersebut. Perpustakaan menjadi tempat berkumpulnya
berbagai kalangan masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap upaya
pelestarian harta warisan budaya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sikap tanggung jawab dalam melestarikan dan
membudidayakan serta memanfaatkan perpustakaan juga dapat berpengaruh terhadap
keberhasilan seseorang dengan belajar bertanggung jawab untuk kemaslahatan bersama
dalam membentuk insan yang inteletual dan integritas.
f.
Mengajarkan kejujuran
dalam hal ini kita dilatih
untuk bersikap jujur seperti proses pinjam meminjam menggunakan kartu
perpustakaan dengan menggunakan kartu. Dalam hal ini karakter tersebut telah
kita terapkan. jujur merupakan sikap seseorang ketika berhadapan dengan sesuatu
atau pun fenomena tertentu dan menceritakan kejadian tersebut tanpa ada
perubahan/modifikasi sedikit pun atau benar-benar sesuai dengan realita yang
terjadi. Sikap jujur merupakan apa yang keluar dari dalam hati nurani setiap
manusia dan bukan merupakan apa yang keluar dari hasil pemikiran yang
melibatkan otak dan hawa nafsu.
Dalam kaitannya dengan
pengguna yang memanfaatkan fasilitas di perpustakaan, baik terkait dengan
pemanfaatan koleksi yang tersedia, fasilitas tersedia di setiap area ruang baca
di unit-unit layanan di perpustakaan tentu akan aman, selalu terjaga dalam
kondisi baik dan bagus sebagaimana semula. Pengguna yang memiliki sikap jujur
dimana didalam hati nuraninya mengeluarkan sikap yang baik dalam tindakan dan
tingkah lakunya saat memanfaatkan fasilitas perpustakaan demi kenyamanan
bersama yang tersedia terutama koleksi bahan yang tersusun di rak-rak setiap
ruang baca yang ada.
Saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada
kenyataan dinamika masyarakat yang semakin meruncing dan kompleks. Perpustakaan
merupakan salah satu bentuk upaya tumbuh kembangnya ilmu pengetahuan seseorang
dan memberikan kontribusi terhadap pembentukan karakter adalah dengan karakter
cinta terhadap ilmu pengetahuan, cinta membaca, cinta kepada perilaku disiplin,
mengajarkan untuk senantiasa berbagi dengan orang lain, mengajarkan tanggung
jawab, dan kejujuran. Maka dari itu perpustakaan sebagai sumber motivasi dan
pusat informasi dan komunikasi serta mengikat tali silaturrahmi memiliki peran
yang penting. Perpustakaan merupakan koleksi yang lengkap dari buku-buku agama,
filsafat, politik, kepribadian, bahkan kumpulan cerita pendek pun sebagai
sumber motivasi dan informasi, Selain itu pustakawan memberikan
pengaruh/konstribusi yang luar biasa terhadap pengembangan karakter masyarakat
dan mahasiswa khususnya.
jadi
dalam jurnal tersebut dibuat berdasarkan kajian sejarah dikarenakan itu terjadi
di masa lampau sehingga kita harus mereview kembali potret yang ada pada masa
itu, melihat di berbagai perspektif mengenai kemegahan dan kemajuan yang
terdapat dalam masa abbasiyah, seperti yang kita ketahui pada daulah ini
merupakan daulah keemasan, dinamakan istilah itu karena banyak terjadi
perkembangan dan kemajuan baik itu dibidang ekonomi, politik, sosial dan juga
pendidikan, semua nampak jelas di berbagai referensi bahwa semua yang terdapat
pada masa itu tidak terlepas juga dari pengaruh luar yang membuat daulah ini
maju, Baitul Hikmah merupakan salah satu bukti dimna kemajuan pendidikan
semakin berkembang dimana para cendikiawan dan para ilmuwan yang membutuhkan
pustaka tersebut untuk kelancaran penelitian mereka, mereka sering mengadakan
pertemuan besar di baitul hikmah, karena hanya disitu pusat peradaban dan
sumber pendidikan yang sudah memadai, ditambah dengan penerjemahan diberbagai
bahasa yang memperkaya ilmu lagi, sehingga banyak orang yang melirik pustaka
ini yang dianggap bisa mempelajari semua ilmu di berbagai bahasa yang mereka
inginkan. sehingga di semua penjuru tertarik mengunjungi pustaka tersebut, ini
merupakan bukti keberhasilan yang diciptakan oleh Baitul Hikmah dimana semua
membutuhkan sumber dan juga referensi yang terdapat di baitul hikmah, sehngga
kontribusi baitul hikmah sangat besar bagi seluruh cendikia, mahasiswa dan
pelajar untuk memajukan pendidikan pada saat itu.
Kesimpulan
Berdasarkan tulisan di atas sebagai berikut:
1. Perpustakaan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam pengembangan pendidikan karakter
2. Perpustakaan secara tidak sadar menjadi sarana
dan media dalam pendidikan karakter;
3. Perpustakaan meyediakan berbagai hal yang
terkait dengan informasi, ilmu pengetahuan yang terkait dengan pendidikan
karakter;
4. Salah satu bentuk aplikasi dan penerapan
pendidikan karakter dapat di peroleh diperpustakaan; dan
5. Setiap program yang ada diperpustakaan sudah
sepatutnya melibatkan semua elemen masyarakat sebagai salah satu bagian dalam
pendidikan karakter
Salah satu bentuk upaya tumbuh kembangnya ilmu
pengetahuan seseorang dan memberikan kontribusi terhadap pembentukan karakter
adalah dengan karakter cinta terhadap ilmu pengetahuan, cinta membaca, cinta
kepada perilaku disiplin, mengajarkan untuk senantiasa berbagi dengan orang
lain, mengajarkan tanggung jawab, dan kejujuran.
Daftar Pustaka
Ahmad
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1993)
Abdul Kadir, Dasar-dasar Pendidikan (Jakarta: Kencana,
2014)
Dale H. Schunk, Paul R. Pintrich, & Judith R. Meece, Motivation
in Education: Theory, Research, and Applications (3rd Edition) (New Jersey: Pearson Education, 2010)
Fuad
Riyadi, Perpustakaan Bayt Al-Hikmah, Libraria: Vol. 2, No. 1, 2014
Firas
Alkhateeb, Sejarah Islam yang Hilang: Menelusuri Kembali Kejayaan Muslim
Pada Masa Lalu ter. Mursyid Wijarnako (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2016)
Hepi
Andi Basthoni, Sejarah Para Khalifah, (Jakarta: Pustaka Al-Kaustsar,
2008)
Irfan, “Peranan
Baitul Hikmah dalam Menghantarkan Kejayaan Daulah Abbasiyah”, Jurnal As-Salam, Vol.1,
No. 2, September - Desember 2016
Johannes
Pedersen, Fajar Intelektualisme Islam: Buku dan Sejarah Penyebaran Informasi di Dunia Arab penterj. Alwiyah Abdurrahman (Bandung: Mizan, 1996)
Kasmiati,
Harun Ar-Rasyid, Jurnal Hunafa, Vol. 3, No. 1, 2006
Muthakin,
Peran Perpustakaan Baitul Hikmah Pada Masa Bani Abbasiyah, Vol 18, No
01, 2020
Maksudin, Pendidikan Karakter Non-Dikotomik (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013)
Nilawati
Tadjuddin, Kebijakan Pendidikan Khalifah Harun Ar-Rasyid, AlTadzkiyyah:
Jurnal Pendidikan Islam, Vo. 9, No. 2, 2018
Nining Sudiar,”Pengelolaan Perpustakaan Baitul Hikmah”, Jurnal Ilmu
Budaya, Vol. 11, No. 1, 2014
Romdloni,
Eksistensi Baitul Hikmah Sebagai
Lembaga Kajian Keilmuan Pada Masa Pemerintahan Khalifah al-Makmun, 2019
Raghib
As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia terj. Sonif, dkk
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009)
Siti Farida, “Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam,” KABILAH:
Journal of Social Community 1, no. 1 (2016)
[1]Nilawati
Tadjuddin, Kebijakan Pendidikan Khalifah Harun Ar-Rasyid, AlTadzkiyyah:
Jurnal Pendidikan Islam, Vo. 9, No. 2, 2018, hal 326
[2]Kasmiati,
Harun Ar-Rasyid, Jurnal Hunafa, Vol. 3, No. 1, 2006, hal 92
[3]Muthakin,
Peran Perpustakaan Baitul Hikmah Pada Masa Bani Abbasiyah, Vol 18, No
01, 2020, hal 52
[4]Ahmad
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1993), hal
107
[5]Romdloni,
Eksistensi Baitul Hikmah Sebagai
Lembaga Kajian Keilmuan Pada Masa Pemerintahan Khalifah al-Makmun, 2019,
hal 1
[6]Hepi
Andi Basthoni, Sejarah Para Khalifah, (Jakarta: Pustaka Al-Kaustsar,
2008) hal 97
[7]Fuad
Riyadi, Perpustakaan Bayt Al-Hikmah, Libraria: Vol. 2, No. 1, 2014, hal
102
[8]Raghib
As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia terj. Sonif, dkk (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2009), Hal 240
[9]Ahmad
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan……….. hal 110
[10]Firas
Alkhateeb, Sejarah Islam yang Hilang: Menelusuri Kembali Kejayaan Muslim
Pada Masa Lalu ter. Mursyid Wijarnako (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2016),
Hal 91-92
[11]Johannes
Pedersen, Fajar Intelektualisme Islam: Buku dan Sejarah Penyebaran Informasi
di Dunia Arab penterj. Alwiyah Abdurrahman (Bandung: Mizan, 1996), hal 149-150
[12]Mutakhin,
Peran Perpustakaan Baitul Hikmah Pada Masa Bani Abbasiyah…… hal 58
[13]Romdloni,
Eksistensi Baitul Hikmah Sebagai Lembaga Kajian Keilmuan Pada Masa
Pemerintahan Khalifah Al-Makmun, 2019, hal 6
[14]Muthakin,
Peran Perpustakaan Baitul Hikmah Pada Masa Bani Abbasiyah…… hal. 59
[15] Abdul Kadir, Dasar-dasar
Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2014),
h. 59
[16] Zubaedi, op. cit., hal.14-15
[17] Siti Farida, “Pendidikan Karakter Dalam Perspektif
Islam,” KABILAH: Journal of Social Community 1, no. 1 (2016): 198–207.
[18] Maksudin, Pendidikan Karakter Non-Dikotomik (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,
2013), h. 58
[19] Dale H. Schunk, Paul R. Pintrich, & Judith R.
Meece, Motivation in Education:
Theory, Research,
and Applications (3rd Edition) (New Jersey: Pearson Education,
2010), h.126
[20] Irfan, “Peranan Baitul Hikmah dalam Menghantarkan Kejayaan Daulah Abbasiyah”, Jurnal
As-Salam, Vol.1, No. 2, September - Desember
2016, hal. 145
[21] Ibid, hal. 145
[22] Nining Sudiar,”Pengelolaan Perpustakaan Baitul
Hikmah”, Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 11, No. 1, 2014, Hal. 29
Komentar
Posting Komentar